twitter

Pages

Kamis, 09 Februari 2012

contoh hasil laporan study tour SMPN 1 PAMARICAN ke yogyakarta

Study Lapangan Ke Yogyakarta


Disusun oleh :
Ketua: Tahrir N.B

SMP N 1 PAMARICAN

BAB I  PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
            Proses belajar bagi siswa tidak hanya di lakukan di dalam kelas tapi dapat juga di luar kelas. Apa lagi perkembangan zaman dari waktu kewaktu berubah. Sebagai pelaksanaan proses belajar menuangkan salah satu progam study lapangan ke Yogyakarta  di SMP N  1 Pamarican agar siswa siswi mengetahui sejarah dan bermanfaat terutama dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi siswa siswi bagi kelas VIII. 










LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui kepala sekolah ,                       Guru Pembimbing,




(Drs.Dadang Supriatna)                                       (Kurdiansyah S.pd)








KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-nya siswa dan siswi bisa mengikuti Study Lapangan ke Yogyakarta yang di adakan pada tgl 5-8 Januari 2012,supaya siswa siswi klas 8 menambah wawasan,  pengetahuan dan sejarah-sejarahnya, misalnya Candi Borobudur, Kraton dsb.


      Dan semoga bermanfaat bagi siswa siswi dalam Study Lapangan ini. Dari ikami mengucapkan selamat Study Lapangan

                                    Pamarican,Januari 2012


                                        Penulis



Daftar isi:

A.    BAB I Pendahuluan
1.1    Latar belakang
B.    BAB II Pembahasan
2.1 Candi Borobudur
2.2 Kraton
2.3Musium Dirgantara
2.4 Musium Sudirman
2.5 Musium Biologi
2.6 Taman Pintar
2.7 Malioboro


BAB II        PEMBAHASAN

2.1  Candi borobudur           
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.

2.2  Kraton

Kraton Ngayogyakarta yang sering disebut sebagai Kasultanan Ngayogyakarta berdiri pada tahun 1755. Bangunan Kraton ini dipagari beteng yang luas jaraknya sekitar 5 Km. Pada empat titik pojok bangunan beteng ada bangunan kecil dan disebut sebagai pojok beteng. Pintu masuk ke beteng Kraton melalui apa yang disebut sebagai plengkung. Di dalam bangunan beteng selain ada bangunan Kraton, tempat tinggal Raja, disekitarnya ada sejumlah kampung sebagai tempat bermukim penduduk, yang pada jaman dulu merupakan abdi dalem Kraton, namun pada perkembangan berikutnya, hingga sekarang, orang yang tinggal di dalam beteng Kraton tidak harus sebagai abdi dalem, tetapi bisa orang dari etnis lain, suku batak misalnya, yang bertempat tinggal di sana lantaran telah membeli tanah berikut bangunan rumah dari pemilik sebelumnya, atau, bisa juga kost atau kontrak di wilayah kecamatan Kraton di lingkungan, dalam istilah lokalnya, "njeron beteng" (dalam beteng). Jadi, pemukim yang tinggal di "njeron beteng" Kraton tidak selalu berkaitan dengan Kraton. Bisa sama sekali terpisah dan tak ada ikatan apapun, kecuali hanya bertempat tinggal karena telah membeli tanah berikut bangunan yang ada di "njeron beteng".
Nama-nama kampung di dalam "njeron beteng" mempunyai sejarahnya sendiri dan masing-masing berbeda. Ada baiknya kalau anda menikmati.
2.3  Musium Dirgantara
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama
juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia

Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin.

Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto. Sebelum pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu.

Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta.

Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.

Koleksi, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah, antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api, senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan
2.4  Musium Sudirman
Kota Magelang memiliki beberapa objek wisata musem, diantaranya Museum Bumi Putera, Museum Abdul Djalil, Museum BPK, Museum Diponegoro, serta Museum Sudirman. Dari jumlah tersebut hanya Museum Sudirman yang pengelolaannya berada di bawah Pemerintah Kota Magelang, yaitu Museum Sudirman. Museum Sudirman yang terletak di jalan Ade Irma Suryani nomor C7 Kota Magelang adalah rumah tinggal sekaligus tempat peristirahatan Jenderal Sudirman setelah purna tugas memimpin pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di rumah inilah Jenderal Sudirman menghabiskan akhir hidupnya dibawah perawatan dokter pribadi.
Jenderal Sudirman kala itu disarankan untuk beristirahat di Kota Magelang yang hawanya sejuk, tenang, dan nyaman. Rumah tinggal di kawasan Potrobangsan inipun sangat mendukung sebagai tempat beristirahat karena di sebelah barat langsung berhadapan dengan panorama gunung Sumbing yang berdiri gagah dan megah. Sungguh suatu tempat yang sangat nyaman untuk rehat atau mengaso. Di rumah ini Jenderal Sudirman selain didampingi keluarga dekat, juga ditemani dokter pribadi, serta ajudan setia.
Kompleks rumah tersebut terdiri dari 5 ruang di gedung utama serta beberapa ruang tambahan di bagian belakang yang terpisah dari gedung induk. Di gedung utama terdapat ruang tamu, ruang dokter pribadi, ruang istirahat, ruang tidur, serta ruang makan. Terpisah dari rumah induk adalah kamar ajudan, perpustakaan pribadi, mushola, dapur, serta kamar mandi.
Saat ini, pengelolaan Museum Sudirman berada dibawah tanggung jawab Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Magelang, utamanya Bidang Kebudayaan. Ini sebagai kelanjutan tugas dari Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kota Magelang yang pada tahun 2008 dilebur dengan Subdin Pembinaan Pemuda Olahraga Dinas Pendidikan Kota Magelang menjadi Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Magelang.
Sebagai pihak yang diberi tanggung jawab mengelola Museum Sudirman, Bidang Kebudayaan di Disporabudpar memiliki wewenang mengajukan anggaran dari APBD Kota Magelang, dan apabila disetujui, selanjutnya mengelola anggaran tersebut. Anggaran itu meliputi dana pemeliharaan gedung, penambahan koleksi (repro foto), serta peningkatan kapabilitas penjaga museum. Pada tahun 2007, dilaksanakan rehabilitasi gedung senilai 240 juta. Ini untuk pemasangan paving, perbaikan kayu penyangga atap gedung yang rapuh dan penggantian genting yang bocor disana-sini sebesar 200 juta; sisa 40 juta digunakan untuk pengelolaan kekayaan budaya. Setelah tahun 2007 itu, praktis tidak lagi ada rehab besar di Museum Sudirman. Tiap tahun hanya dilaksanakan perbaruan warna cat tembok museum. Padahal tiap tahunnya Disporabudpar lewat Bidang Kebudayaan mengajukan anggaran yang cukup besar untuk pemeliharaan museum.
Koleksi museum juga tidak mengalami penambahan berarti. Benda-benda koleksi lama, seperti meja kursi tamu, tempat tidur, meja kursi makan, almari makan juga terkesan tidak terawat dan terabaikan. Koleksi foto-foto lama banyak yang telah pudar, kusam. Usaha penambahan koleksi dilakukan dengan repro foto-foto lama. Namun itupun tidak memberikan banyak sumbangan signifikan bagi perkembangan museum.
Kepemilikan gedung pun sebenarnya masih menjadi polemik. Dalam catatan Badan Pertanahan Nasional status Rumah Sudirman adalah milik Ziebang TNI Angkatan Darat. Entah mulai kapan menjadi Museum Sudirman. Saat ini dikonfirmasi kepada Bidang Kebudayaan Disporabudpar, Kepala Bidang maupun Kasi Sejarah dan Kepurbakalaan serempak menggelengkan kepala tanpa bisa memberikan keterangan lebih lanjut.
Wisata museum apabila dikelola dengan tepat dapat menjadi media pendidikan ilmu sejarah bagi para siswa maupun wisatawan. Dengan anggaran APBD yang tersedia, seharusnya Disporabudpar mampu menghadirkan museum yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi; menampilkan citra museum sebagai tempat pembelajaran yang menyenangkan tentang cerita masa lalu, dan bukan hanya sekedar gedung suram muram penanda masa silam.
2.5  Musium BiologiMuseum Biologi UGM mulai dibuka untuk umum sejak 1 Januari 1970. Tahun 1969 - 2001, pengelolaan Museum Biologi ini berada di bawah tanggung jawab Drs. Anthon Sukahar sebagai ketua tim pelaksana sekaligus Direktur Museum yang pertama.
Koleksi Museum Biologi UGM ini adalah berbagai macam flora dan fauna yang diawetkan. Koleksi tersebut adalah sebagai berikut :
•    3.752 buah koleksi herbarium (awetan) dalam bentuk herbarium kering, herbarium basah, kerangka, serta fosil.
•    70% merupakan preparat tanaman
•    30% lainnya berupa preparat hewan.
  
 Koleksi yang didapat museum ini sebagian besar berasal dari Indonesia, sedangkan sisanya berasal dari luar negeri yang merupakan sumbangan dari para peneliti, dosen, maupun masyarakat. Beberapa koleksi merupakan koleksi binatang langka yang wajib dilindungi, misalnya komodo, harimau, beruang madu, trenggiling, burung cendrawasih, dan buaya putih. Untuk koleksi tumbuhannya meliputi koleksi tumbuhan rendah (Cryptogamae) sampai dengan koleksi tumbuhan tinggi (Spermatophyta) yang diawetkan dalam bentuk herbarium kering (1672 species dari 180 familia) dan herbarium basah (350 buah).
 
Perawatan yang dilakukan terhadap koleksi museum ini, khususnya untuk koleksi fauna, adalah dengan memasukkan awetan fauna-fauna tersebut ke dalam freezer selama dua kali dalam satu kali perawatan. Tujuannya adalah untuk membunuh telur serangga yang kemungkinan menempel pada awetan tersebut. Bisa juga perawatan tersebut dilakukan dengan melakukan radiasi terhadap awetan tersebut untuk membunuh telur serangga yang menempel pada awetan. Perawatan ini biasanya dilakukan satu kali dalam setahun. Di museum Biologi tersebut dapat dijumpai pula beberapa kotak Diorama. Di dalam setiap kotak Diorama terdapat satu jenis atau sekelompok hewan yang berlatar belakang habitat mereka yang diilustrasikan pada gambar tiga dimensi. Dengan melihat diorama ini maka dapat dibayangkan kehidupan nyata dan habitat hewan-hewan tersebut.
Selain koleksi awetan hewan dan tumbuhan, terdapat pula ruang display untuk pengamatan mikroskopis
2.6  Taman Pintar
Sebuah zona baru akan diresmikan lagi di Taman Pintar Yogyakarta pada Kamis (26/1). Zona baru tersebut bernama Zona Teknologi Informasi dan Komunikasi, yang didukung oleh PT.Microsoft Indonesia.
 
Zona Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ini akan diresmikan oleh Walikota Yogyakarta da  Direktur BMO PT.Microsoft Indonesia, Manish Chopra.
Melalui zona yang dikembangkan oleh Microsoft Indonesia melalui kerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta ini, para pengunjung bisa melihat angkasa luar  melalui Worldwide Telescope, sebuah pengalaman astronomi berbasis perangkat lunak, memainkan permainan pendidikan di Microsoft XBOX yang dilengkapi Kinect, dan membuka situs-situs pendidikan interaktif di berbagai komputer yang telah disediakan di Zona Teknologi Informasi dan Komunikasi ini.
2.7  Malioboro
Matahari bersinar terik saat ribuan orang berdesak-desakan di sepanjang Jalan Malioboro. Mereka tidak hanya berdiri di trotoar namun meluber hingga badan jalan. Suasana begitu gaduh dan riuh. Tawa yang membuncah, jerit klakson mobil, alunan gamelan kaset, hingga teriakan pedagang yang menjajakan makanan dan mainan anak-anak berbaur menjadi satu. Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya rombongan kirab yang ditunggu pun muncul. Diawali oleh Bregada Prajurit Lombok Abang, iring-iringan kereta kencana mulai berjalan pelan. Kilatan blitz kamera dan gemuruh tepuk tangan menyambut saat pasangan pengantin lewat. Semua berdesakan ingin menyakasikan pasangan GKR Bendara dan KPH Yudhanegara yang terus melambaikan tangan dan menebarkan senyum ramah.
Itulah pemandangan yang terlihat saat rombongan kirab pawiwahan ageng putri bungsu Sultan Hamengku Buwono X lewat dari Keraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan. Ribuan orang berjejalan memenuhi Jalan Malioboro yang membentang dari utara ke selatan. Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta, Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari "mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati.
Malioboro adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap benak orang yang pernah menyambanginya. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.
Keterangan: Karnaval dan acara yang berlangsung di Kawasan Malioboro biasanya bersifat insidental dengan waktu pelaksanaan yang tidak menentu. Namun ada beberapa kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap tahun seperti Jogja Java Carnival yang selalu dilaksanakan tiap bulan Oktober, Festival Kesenian Yogyakarta pada bulan Juni hingga Juli, serta Pekan Kebudayaan Tionghoa yang dilaksanakan berdekatan dengan perayaan tahun baru China (Imlek).

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar